Laman

Kamis, 16 Mei 2013

Sebait Puisi Kenangan Untuk My Lovely Daughter 'Indah


Rasanya seperti  baru kemarin, ketika kamu berontak  ingin melihat mama dan Ayah seperti apa

Rasanya seperti baru kemarin, mama mendengar  suara tangisan kecil ketika engkau lahir, sementara  orang –orang disekelilingmu tertawa bahagia menyambut kedatanganmu


dipantai Kartini Rembang, indah 3 tahun
Rasanya mama masih ingat betul, ketika dengan bahagianya mama mengikat rambut hitammmu dengan pita kecil ketika engkau belum bisa mengikat sendiri rambutmu. 

indah usia  6 Tahun
Rasanya mama masih ingat benar, betapa bangganya mama ketika engkau berkata.
" ma Indah berani ko sekolah sendiri, ga usah ditunggu , mama ngajar aja, " 
sementara mama tahu betul, engkau baru tahu api itu Sekolah TK
 

Rasanya seperti  baru kemarin , ketika engkau begitu antusias mama bacakan cerita sebelum tidur

Rasanya seperti baru kemarin, ketika suatu siang  engkau pulang sekolah lebih awal dan engkau menjawab pertanyaan mama.
" indah ingat mama terus di sekolah, siapa yang akan nyuapin mama, nyisirin mama, temenin mama ".
Ketika badan mama tak berdaya untuk bergerak karena sakit, dan mama masih ingat jawaban mama hanya segulir air mata sebagai jawabannya.


Indah di rumah Prativi Teman SMA
Rasanya seperti  baru kemarin ,ketika  mama mengantarmu untuk bermain musik

Rasanya seperti  baru kemarin, ketika mama melihat binar binar cinta dimatamu, ketika engkau ceritakan kalau engkau sedang jatuh cinta pada seseorang

Rasanya sepertinya baru kemarin, engkau mengiringi mama bernyanyi, tentang sebuah bunga  mawar

Rasanya seperti baru kemarin, ketika engkau dengan riangnya bercerita segala hal pada mama

Rasanya seperti baru kemarin mama mengantarmu untuk wisuda

Rasanya seperti  baru kemarin, ketika kita sama sama tidak bisa tidur malam  karena menungggu hari bahagiamu  dan engkau memeluk mama sambil berucap.
" Ma peluk indah dong, sebelum indah besok menikah”.
Dan mama peluk engkau sementara hati kita sama sama punya rasa yang sama tentang hari esok

Ah..............betapa indahnya perjalanan kita na, perjalanan yang mampu membuat mama tersadar.
"Ni`mat Tuhan kamu yang mana lagi yang engkau dustakan ?

Dan Kini.....disampingmu,  telah ada cinta yang lain. Cinta yang membuat mama juga bahagia. Bahagia seorang ibu, ketika tahu anak gadisnya menempuh hidup baru dengan pilihan hatinya.

"Selamat bahagia na, semoga Allah merestui perkawinanmu, memberikan rahmat pada keluarga barumu, banyak rezeki, dan menjadi keluarga Sakinah mawadah dan warohmah, Aamin Ya Robbal Aalamiin”. 

Senin, 13 Mei 2013

TIGA HARI MENJELANG LIMA PULUH

Hari ini tiga belas  Oktober dua ribu dua belas. Itu  artinya lima puluh tahun lebih dua hari  usiaku. Seperti  tahun-tahun lalu, kusikapi biasa biasa saja. Tidak ada yang luar biasa. Kalau ada itu kesadaran diri kalau usia telah berkurang. Namun, nyatanya tidak bagi suami. Di usia  yang tidak muda lagi, dia menghadiahiku sesuatu yang amat kusuka. Sesesuatu yang akrab dengan kebiasaan  kumenulis. Sebuah  Notebook.


  
Dulu, 35 tahun yang lalu, tak pernah terlintas  aku akan menulis pada sebuah laptop. Impianku waktu itu adalah,  betapa bahagianya kalau memiliki mesin tik. Ternyata Subhanallah, bukan mesin tik yang kumiliki, namun sebuah notebook, notebook yang dibeli suami untukku. Mungkin alasan dia menghadiahi benda tersebut karena sudah beberapa hari ini aku selalu menghabiskan  waktu di depan laptopnya; itu artinya aku membutuhkan barang itu.

Entah apa yang ada dalam hatinya ketika setiap waktu dia lihat aku  memakai laptopnya. Yang pasti ada sesuatu yang menggerakkan dirinya untuk menghadiahkan aku  sebuah notebook. Notebook yang tentunya akan menjadi milik pribadiku, notebook yang laksana buku harian. Dan saat kulanjutkan tulisan inipun,  aku sudah memakai notebook hadiahnya. aku yakin,  dia beli dengan  sebuah rasa cinta yang besar. Sebuah karunia Allah yang membuat aku malu tuk berkeluh kesah pada -NYA, “Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan ?” 

Terkadang batinku bertanya. “Salahkah diusiaku ini yang sudah tidak muda lagi  kuhabiskan waktuku dengan kegiatan seperti ini?, membuat tulisan tentang diri, tentang suami, tentang anak-anak, tentang murid-muridku ?“.





 Tulisannya sengaja  kuformat dengan memasukan foto-foto yang ada. Atau kubentuk power point, kuselipkan  musik agar bisa lebih hidup lagi.. bersamaan itu  suasana lain muncul, suasana yang menimbulkan kerinduan yang sangat. Dan kalau sudah demikian air mata tak bisa kutahan, namun bersamaan itu muncul pula  rasa lain tentang  kesadaran diri, ku tak boleh lengah dari beribadah kepada Tuhan  karena kegiatan ini, kutak boleh lupa akan jati diri. Makhluk yang lemah, mahluk yang doif

 
mahluk yang harus selalu ingat, bahwa ada Allah Sang Pencipta, Allah yang maha Agung, yang maha Lembut, Allah yang Maha Hidup, Allah yang Maha Indah, Allah Maha Pembentuk, Allah Maha  Pembuka, Allah yang Maha segalanya. Untuk itu kuluruskan niat menulis. Aku jadikan ini lahanku untuk bertafakur, untuk menghayati, merasakan,  betapa Rahman dan Rahimnnya Allah, betapa Karunia Allah begitu besar, tak terhitung “ Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan 



 Dan malam ini, aku nikmati sepinya malam dengan mengetik melalui notebook hadiahnya diatas peraduan. Sementara di sampingku, dia terlelap dalam mimpi-mimpinya

Kumulai merangkai kembali peristiwa-peristiwa yang indah. Peristiwa yang pahit, biarlah mengisi tempat di hati saja, untuk pembelajaran, kutak mau menulisnya, aku hanya ingin merasakan betapa indahnya Karunia Allah, betapa besar kasih sayang Allah . dan nanti, bila air mata ini keluar, air mata kebahagian, air mata rasa syukur pada-NYA, air mata kerinduan. Kalau boleh aku mengutip kata-kata yang di tulis Ipho Santosa dalam bukunya “10 jurus terlarang”  dia menulis.

kita boleh menikmati tangisan asal kita teringat akan impian-ilmpaian yang kita yakini, ketika kita teringat akan nilai nilai yang kita percayai, ketika kita teringat orang–orang yang kita kasihi, ketika kita teringat kesalahan–kesalahan yang kita sesali, maka bukan mustahil menangis menjadi sesuatu yang lumrah dan alamiah. Sama sekali tidak tabu. Akan tetapi, kalaulah kita mengucurkan air mata karena kehilangan, kegagalan, kebuntuan, maka itu adalah sinyal kelemahan” .
di Alinia yang lainnnya masih pada buku yang sama Ipho Santosa menulis

 Menangislah bila harus menangis, demikian cuplikan lirik dari Dewa. Namun sekali lagi bukan sembarang meneteskan iar mata. Sejenak dan sesekali, menangislah demi impian impian, nilai –nilai, orang-orang yang terkasih, dan peenyesalan-penyesalan. Percayalah kita tidak pernah menjadi lemah kerenanya. Justru sebaliknya! Setelah itu, seolah–olah kita memperoleh suatu pencerahan, kelegaan dan kekuatan

 Berpatokan dari pendapat Ipho  Santosa, semoga tangisanku ketika  membaca kembali tulis-tulisanku, atau ketika aku mengetik dan menambahinya dengan foto-foto, tangisanku  bukan tangisan  sebuah kehilangan, bukan tangisan  sebuah  kegagalan, atau bukan tangisan  karena  kasihan pada diri sendiri, melainkan tangis karena rasa syukur, rasa bahagia karena Allah telah menganugerahi karunia yang begitu besar untukku. Sehingga menuntun langkah–langkahku  agar lebih mendekati lagi  kepada-NYA kepada Sang Khalik

 
Itulah sebabnya,  aku tak mau menulis tentang pengalaman yang pahit dalam hidupku. Bukankah Allah juga telah menganugerahi sifat lupa padaku? untuk apa aku  ingat-ingat kalau nantinya aku menangisi dan ujung–ujungnya  aku  merasa orang yang paling menderita? 

“Kan untuk dijadikan pelajaran“. Pasti ada yang berkata demikian.

 Betul untuk dijadikan pelajaran. Tetapi bagiku  tidak  untuk ditulis, apalagi nanti dibaca oleh orang lain. Biarlah pengalaman itu  kutulis dan kupatri dalam sudut ruang tersendiri yang akan kujadikan lahanku beristigfar, lahanku untuk menata diri lebih baik lagi. Kuyakin  Allah Maha Tahu  alasan apa yang  membuatku tidak melakukan itu.