Laman

Senin, 27 Mei 2013

Pengantar Cerita Masa Lalu







Masa lalu begitu jauh untuk kita rengkuh. Apalagi  kembali ke masa itu. Sesuatu yang sangat  mustahil. Namun melalui sebuah foto dan tulisan, rasanya masa itu menjadi dekat. Ada kenikmatan tersendiri menkmatinya. Aku orang yang sangat menimati hal itu. Lebaykah? Atau sentimentilkah ?,biarlah apa penilaian orang . Yang jelas aku menikmatinya.
  
Lewat tulisan aku berharap, semoga di kelak kemudian hari, anak, cucu (Insya Allah kalau  Allah mengijinkan  memiliki cucu)  bisa bernostalgia atau bisa membaca beberapa halaman dari sekian banyak halaman kehidupan mereka,  kehidupan ayah ,mama,  kakek dan nenek mereka.

Tentang hal ini aku jadi ingat sebait tulisan  yang ditulis oleh seorang pengarang yang kukenal lewat facebook  Astri Damayanti. Dia menulis, 

Ketika berbicara, kata-kata hanya  akan  bergaung hingga ke seberang ruangan, tapi ketika menulis kata kata kita akan bergaung sepanjang jaman”.

Ya aku ingin tulisan ini bergaung sepanjang jaman. Minimal akan bergaung pada anak dan cucuku kelak. Sehingga mereka merasakan masa lalu itu begitu dekat.Seolah olah baru mereka alami. Dan yang utama lagi lewat tulisan ini, aku ingin memaknai semua yang kualami untuk tafakur pada Allah. Betapa DIA Maha Rahman  atas karunia-NYA.


Bagiku suami, anak, sanak saudara, persahabatan  yang tulus, dan murid-muridku,  merupakan harta tak ternilai. Dari mereka aku mencoba untuk tafakur, untuk IQRO, dan menghayati betapa besar Karunia-NYA, betapa besar kasih sayang –NYA. Dan dari mereka aku belajar tentang makna kehidupan yang tidak bisa di temukan di bangku sekolah.  

 
Jujur saja, tidak semua pengalaman aku tulis. apalagi hal-hal yang nantinya membuat diri  merasa orang yang paling menderita, untuk apa? Aku takut, bukannnya bersyukur alih alih  mengingkari  nikmat-NYA. Padahal ni`mat-NYA tak bisa kita hitung dan tidak bisa  kita tulis satu persatu walaupun seluruh pohon di dunia ini dijadikan pena, dan seluruh  air lautan dijadikan tinta tidak akan sanggup untuk menuliskan karunia-NYA karena sangat banyaknya.

Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

 Demikian salah bunyi ayat dari surat Ar Rahman. Yang selalu kuingat agar dalam setiap keadaan apapun, sekalipun itu musibah atau ujian aku melihatnya dari segi positipnya, berprasangka baik pada-NYA.

Kalau kutulis tentang masa lalu, bukan berarti aku ingin tenggelam dengan masa itu tampa menghiraukan masa kini,  itu tidak ada artinya.

 Sebab kehidupan tidak berjalan mundur, pun tidak tenggelam di masa lampau”.

demikian Kahlil Gibran berkata dalam sebait puisinya. Jadi  semata-mata karena  aku tidak ingin  menghapus jejak dan langkah yang pernah kulalui, karena aku begitu menghargai persahabatan, persaudaraan yang bagiku adalah bagian dari karunia-NYA yang harus kusyukuri. Mereka secara langsung maupun tidak langsung turut andil dalam pembentukan kepribadianku. 

Kalau ada sesuatu yang paling jauh dari kita,  itu adalah masa lampau, dan sesuatu yang paling dekat adalah kematian. Demikian kalimat bijak yang pernah kudengar. Karena itulah  melalui tulisan dan foto aku berharap yang jauh itu terasa dekat seolah baru saja terjadi dan sekaligus menyadarkan diri bahwa telah begitu lama berjalan untuk menuju tujuan yang abadi sambil mengumpulkan perbekalan untuk aku pulang 

Saat kutulis tulisan ini, usiaku telah memasuki angka 51 walau kurang tujuh bulan. Namaku Atjih Kurniasih. “Bu Atjih “ begitu aku dipanggil oleh siswa-siswaku,  rekan guru dan para tetangga. Namun beberapa sahabatku memannggil “Mbae” sedangkan keponakan dari pihakku memnggil dengan sebutan “ Mi Atjih” , dan “ bulek Atjih “ ponakan dari suami. Sedangkan Panggilan yang membuatku begitu damai adalah “ Mama”. Panggilan yang keluar begitu tulus dari anak-anakku dan suami.

mengenang masa lalu;  itu berarti  mengingat kembali dimana aku dilahirkan, dibesarkan. Mengenang kembali kedua orang tua yang sudah almarhum( semoga mereka diampuni dosanya dan diberikan tempat yang layak disisi-NYA) , mengenang adik-adik dan kakak-kakak, teman sewaktu kecil, teman sewaktu aku mulai ABG dan tentunya cinta pertamaku. Aku mulai kisah ini dari sebuah kota kecil di Kuningan “ Pasapen “

Pasapen di kota kecil itulah aku dilahirkan dari rahim seorang ibu “ Erum TedjaWiratna. Bidan Pomo yang membantu kelahiranku. Sebelas Oktober seribu sembilan ratus enam puluh dua.
Aku anak ke tiga dari lima bersaudara. Kakak tertuaku Slamet Utandri namun kami biasa memanggil Aa Enceng. Saat kutulis tulisan ini dia sudah almarhum ( semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan mendapat tempat yang layak disisinya), sedang kakakku yang kedua Nani Amaliah kami memanggilnya Ceu Nani. Dua adikku  masing masing Wiwi Gustiwi ( saat kutulis tulisan ini aku kehilangan kontak dengannnya, dan jarang bersilahturahmi ini yang membuatku sedih. Dia sulit kuhubungi ) dan adik bungsuku Ucu Yuningsih saat kutulis tulisan ini dia baru saja melahirkan seorang anak. 

Masa kecilku dilalui di dua tempat. Sampai sekitar usia delapan tahun di Panauan. Tidak banyak yang kuingat masa itu, selain  pernah tinggal  disebuah desa kecil di Kuningan ‘” Panauan”. Tinggal bersama Mimi ( sebutan aku pada ibu), bapak serta wiwi adiku. Sedangkan adik bungsuku yang aku ingat saat dia dilahirkan saja. Selebihnya tidak ada kenangan masa kecil dengannya (setelah besar aku baru tahu kalau adik bungsuku di pelihara ibu tiriku karena beliau tidak memiliki anak ) Sedangkan kedua kakakku tinggal juga dengan ibu tiri. ( inipun kuketahui setelah aku besar), ma Tiya paman dari anak paman ibuku.(bagaimana kabar dia sekarang?).  serta dongengan sang nenek yang biasa aku panggil dengan sebutan “Emak”.
Emak (emak dari ibuku) kalau beliau berkunjung dan menginap selalu tidur bersamaku dan seperti biasa,  aku menagih beliau untuk berdongeng sebelum tidur. Samar kuingat salah satu dongengnnnya tentang seekor binatang (aku lupa nama binatangnya) yang memiliki tiga anak. Dan ketika dia pergi kehutan berpesan kepada tiga anaknya untuk berhati hati terhadap serigala kalau datang ketempat mereka. Aku lupa kelanjutan ceritanya yang jelas dengan kecerdikan ketiga ekor anak binatang itu serigala bisa mereka kelabui dan mereka kalahkan. Kenangan itu tak terlupa walau samar kuingat. dan mungkin ada pengaruhnya dalam pembentukan kepribadianku, dan kucoba terapkan terhadap anak-anaku sewaktu mereka kecil walau tidak konsisten melakukannnya. 

Selain dongengan sang emak, kenangan lain di panaun adalah rumahku begitu besar, dengan halaman ditumbuhi pohon sirsak dan  rambutan. Selain itu ada kolam ikan yang di daerahku disebut dengan balong ( ternyata rumah yang kudiami adalah rumah kantor karena bapak menjabat  penilik sekolah) . Seperti layaknya anak-anak akupun mengalami masa bermain, bermain karet, dan bermain  hanya sayang tak satupun nama temanku saat itu yang aku ingat.  
Sedangkan Mimi,  kenangan yang kuingat di Panauan adalah dia seorang ibu yang rajin membuat kue. Ilmu membuat kue yang didapat dari sekolahnya karena beliau beruntung pada masa gadisnya sudah bersekolah di sekolah kepandaian putri. Masih ingat dalam ingatan bagaimana mimi di bantu ma Tia mengocok adonan dengan manual berhubung mixer belum ada pada jamannnya. Dan kenangan lain tentang beliau di Panauan adalah sering kulihat sakit dan terbaring di tempat tidur. Entah apa sebabnya yang kutahu  setelah aku dewasa kutemukan jawabannnya itupun berdasarkan analisaku sendiri

Suatu hari ada Truk besar parkir di halaman rumah, sementara bapak dan para tetangga mengeluarkan barang-barang untuk dimasukkan kedalam truk. . Ya hari itu di tahun 1970  itu kami ( aku, bapak, Mimi, dan adikku Wiwi ) pindah ke jakarta dengan alasan yang sampai saat ini aku tidak mengetahuinya. Yang jelas  adik bungsuku yang masih bayi beserta kedua kakakku tidak turut dengan kami. Mereka  ternyata menyusul pada waktu yang lain sedangkan adik bungsuku tetap di pelihara oleh ibu tiri sampai dia dewasa bersamaan saat  dia baru tahu kalau Mimi adalah ibu kandungnya.
Kenangan Masa Kecil di Jakarta
           

           
           
           







             



Tidak ada komentar:

Posting Komentar