Laman

Senin, 03 Juni 2013

ADA MIOM DALAM RAHIMKU


saat saat menanti operasi


Ayo ma tiduran biar ayah pakein salepnya “ Ujar suami  sambil membereskan kasur, ketika melihatku selesai mandi sore dan berpakaian.

Dengan sangat hati hati karena menahan rasa sakit pada perut, kurebahkan tubuhku. Terasa tangannnya yang lembut dan penuh kehati-hatian membuka perban bekas jahitan diperutku . Setiap kali dia membuka perbannnya, setiap itu pula  dia tiup  pada bekas lukanya. sepertinya dia tak ingin aku merasakan sakit sekecil apapun
Dengan penuh kelembutan pula,  dia oleskan salep itu kebagian luka bekas operasi MIOM   dan menutupnya kembali dengan perban. Setelah itu dengan  terampilnya dia ikat satu persatu tali gurita di perutku  yang sebelumnya sudah dia bedaki. 

 “Agar wangi dan segar”. Katanya. 

Aku diam layaknya bayi yang tak berdaya. Kupandangi wajahnya, ada rasa yang tak mampu terucap “ Alhamdulilllah “ Hanya  kata itu yang  meluncur dari mulutku. Bersamaan selesainya dia merawatku. 

“ Dah mama istirahat ya “ Ujarnya sambil dia selimuti aku dan beranjak dari kamar. 

Ada segulir air mata mengalir mengiringi dia keluar, ada sejunput janji tertanam di hati.

“ Aku harus lebih baik lagi berbakti sebagai seorang istri “

Ada Tasbis, Tahmid dan  Takbir kulantunkan. Subhanalllah, Walhamdulilllah Walailahailllah walllahu Akbar. Maha Suci Allah, Segala Puji Bagi Allah, dan Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Semua atas karunia-NYA, semua atas ijinNYA. dan sekali lagi

 “Nikmat Tuhan Yang manakah yang kamu dustakan ?.

Sementara aku menghayati betapa besar karunia-NYA, bersamaan itu pula bayangan lima hari  yang lalu menari nari dalam ingatan. Lima hari ,  sepertinya baru kemarin peritiwa itu, peristiwa di mana aku di fonis oleh dokter kandungan   ada MYOM di rahimku  dan harus diangkat melalui operasi.

Aku ingat betul hari itu  hari Selasa 5 februari 2013. Seperti biasa aku berangkat ke tempatku mengajar.Hampir saja aku akan ijin tuk tidak mengajar berhubung semalam perutku terasa sakit yang begitu hebat rasanya seperti mules mau melahirkan. Namun ketika pagi menjelang, rasa sakitku berangsur  reda walau tidak reda sama sekali masih ada sesekali sakit itu terasa. Aku berangkat ke SMP N 1 Cipanas tempat dimana aku mengajar. Hari tiu jadwal mengajarku ada di kelas 9 D dan 9 C dengan jumlah pertemuan masing masing 3 jam  waktu yang cukup untuk mereka   menonton FILM LIMA MENARA. Ah sesekai aku harus memberi motivasi tidak hanya pelajaran pikirku,  ditambah kondisi perutku yang sesekai masih terasa sakit. 

Aku tiba disekolah lebih awal. Karena  aku harus mempersiapkan segala sesuatunya. Mengambil kunci ruang media senter, mempersiapkan proyektor, mengkondisikan siswa. Tempat pertama yang kutuju adalah ruang TU untuk mengambi kunci. Begitu aku masuk Pak Tono kepala sekolah sudah berada di sana. Seperti biasa beliau selalu memberi salam terlebih dahulu kelebihan yang membuatku respek pada beliau selain etos kerja dan gaya kepimpinannnya.. 

Aku mencari kunci. Yang kucari tidak terlihat disana, kepalaku terus saja melongok longok kebawah salah satu  meja yang ada di ruangan itu tempat biasa kunci tersebut diletakkan. Melihat aku sibuk mencari  sesuatu, pak Tono mendekatiku 

“ mencari apa bu Atjih?”

“ Kunci Media Senter pak “ 

Mendengar jawabanku. Pak Tono langsung mengambil kunci yang ternyata diletakan agak kedalam dari meja yang di maksud dan menyerahkannnyanya padaku. Pantas saja aku tidak melihatnya.karena letaknya dipindahkan dan agak masuk kedalam. Aku pamit pada pak Tono, kini tujuanku adalah ruang media senter. Kubuka ruang media senter, kunyalakan in fokus alat yang nantinya bisa memperbesar tampilan yang ada dilaptop  ke didinding. Sementara aku mempersiapkan segala sesuatunya  siswa kelas 9D mulai berdatangan. Sambil mengucapkan salam dan mencium tanganku mereka satu persatu duduk dengan wajah penuh  rasa ingin tahu.

“ Assalamualaikum , anak-anak hari ini kita nonton Film 5 Menara, mudah-mudahan menjadi motivasi kalian untuk belajar, dan menjadi bahan  untuk kalian melanjutkan”. Kataku memulai pelajaran yang disambut dengan tepuk tangan. 

Ada rasa senang terpancar dari wajah mereka.Sambil menahan rasa sakit  kumulai  tayangkan .Film 5 Menara, film yang judulnya sama dengan judul novelnya yang ditulis oleh A. Fuadi 

Sementara mereka menyaksikan tayangan film tersebut, rasa sakit di perut mulai lagi terasa. Aku pamit pada mereka sebentar untuk sholat dhuha. Ruang guru menjadi tujuanku walaupun ada mesjid , karena di ruang  guru juga di sediakan ruang sholat
.
“ Bu Atjih sakit?, ko pucat dan jalannnya seperti nahan sakit “ .Tanya pak Syam rekan senioku yang sama-sama mengajar IPS saat kami berpapasan di pintu masuk ruang guru

“ Iya pak, dibawah perut saya rasanya sakit” Jawabku sambil  memegang  perut.

“ Kenapa masuk bu kalau sakit, ijin saja” ujarnya dengan dialek Maluku yang kental

“ ga apa pak, masih bisa ditahan, lagi pula anak –anak saya ajak ke media senter untuk diberikan motivasi melalui Film 5 MENARA “ ujar saya sambil berlalu dan menuju ruang sholat. 
Sholat dhuha selesai aku masuk kembali keruang media center disambut gelak tawa, kucari tahu mengapa  mereka tertawa. Kuarahkan pandanganku ke dinding dimana Film 5 menara ditayangkan, terlihat disana adegan dimana Baso salah satu tokoh dalam film tersebut sedang menghapal pidato dengan bahasa Inggris. Pantas saja mereka  tertawa karena memang pada adegan tersebut memperlihatkan adanya agdegan adegan yang lucu yang mengundang gelak tawa pennonton. 

Rasa sakit di bagian bawah  perut kian terasa sakitnya saat  kelas 9 D digantikan 9C. Untuk menahan rasa sakit aku sebentar -bentar duduk dkursi depan ke kursi belakang  pindah lagi begitu seterusnya. Entah mereka merasakan aneh atau tidak dengan tingkahku  atau mereka sadar kalau aku sedang menahan rasaa sakit dengan melihat raut mukaku.

Rasa sakit di bagian perut  kian menghebat,  aku jadi ingat rasa sakit ini seperti aku dulu ingin melahirkan. Sementara jam pelajaran kurasakan begitu  lama berakhirnya. Hingga  bel tanda pulang  rasanya plong kurasakan. 
 .
“ Bu Atjih kenapa? “  Tanya bu Lilis melihatku berjalan tertatih memasuki ruang guru sama dia juga baru keluar dari kelasnya

“ Sakit di bagian bawah perut bu rasanya rahim mau turun “ Jawabku sambil meringis dan tangan memegang perut yang terasa sakit. 

“ Ke doketr aja bu, dokter kandungan jangan di diamkan” Saran bu Lilis sambil mengikuti aku yang berjalan menuju meja dimana aku biasa duduk

“ Iya bu ke dokter Andi “ ujar bu Neneng sambil mendekati mejaku  mendengar percakapan kami karena duduknya dekat dengan meja dimana aku duduk.

Mendengar saran mereka aku langsung tak pikir panjang lagi, kuambil hp kuhubungi sebuah nomor 

“ Ya Assalamuailaikum ma, ada apa” Suara suamiku penuh kekhawatiran. Dia pasti sudah menduga sesuatu telah  terjadi karena semalam aku tidak bisa tidur karena merasakan sakit.

“ Yah antar mama ke dokter kandungan ya, mama  ga kuat”  

“ Ayo ma, mama tunggu ayah di Indo Alam ya “ Dia menyebutkan sebuah tempat yang biasa kami bertemu  bila kami janjian mau pergi kesuatu tempat sehabis pulang mengajar. 

Tempat itu memang strategis dilalui arah dia pulang. Dia sama sepertiku guru namun dengan sekoalh yang berbeda, kalau dia menjemput kearah tempatku bertugas itu artinya dia harus melewati pasar Cipanas yang sudah barang tentu memakan waktu lama karena macetnya.sehingga  tidak efesien karena harus mutar jalannya, sedangkan aku tidak ada lima menit untuk menuju kesana, bisa dengan jalan kaki namun bila tergesa –gesa kadang aku naik angkot. Maka restoran Indo Alamlah yang menjadi tempat kami bertemu bila ada janji akan pulang bersama atau makan bersama di H Nana salah satu restoran favoriet kami. Hipermat Cianjur, sehabis pulang mengajar. 

“ Ya  yah mama berangkat “ Kataku mengakhiri pembicaraan,  sambil kumasukan hpku kedalam tas. 

Aku pamitan dengan bu Neneng dan bu Lilis. Alhamdulillah ketika aku keluar ruang guru kulihat pak Hendry sedang menghidupkan motor “ dia pasti mau pulang “ pikirku dan arah yang akan dia lalui melewati restoran  Indo Alam tempat yang akan aku tuju.Kuhampiri dia dengan perlahan 

“ Pak Hendri saya  ikut ya sampai ke Indo Alam “ ujarku pelan

“ oh boleh” Katanya sambil memakai helm 

“ Ibu kenapa sakit ? “ Tanyanya saat mootor yang aku tumpangi sudah keluar pintu gerbang sekolah.

“ Iya pak Hendri , saya mau ke dokter  Andi sama suami, kami janjian di Indo Alam.".

Tak berapa lama aku sudah sampai di Indo Alam . Mobil suamiku belum terlihat, ya wajar tempatnya lebih jauh dibandingkan tempatku mengajar. Aku turun sambil tak lupa kuucapkan terima ksaih pada pak Hendri. Tak berapa lama mobil yang dikendarai suamiku terlihat. Berhenti pas dimana aku menunggu. Aku masuk dan duduk disebelahnya. 

“ Mama masih bisa tahankan ?”  ujarnya penuh khawatir.

“Insya Allah yah “ Jawabku pelan sambil memasang sabuk pengaman.

Kami menuju Cianjur, dengan tujuan klinik dokter Andi, dokter kandungan. sekitar 30 menit akhirnya kami sampai  ketempat itu. Sesampai di klinik kulihat bayak wanita muda sudah menunggu antrian. Ada yang diantar suaminya sepertiku, ada yang sendiri. Kuyakin dianatara mereka semua akulah yang paling tua usianya. Wajah mereka penuh kebahagian karena didalam rahimnya mengandung calon anak mereka. Ya mereka mmenunggu antrian untuk diperiksa kehamilannnya.

Kumasuki ruang pendaftaran sekaligus ruang tunggu dengan diikuti pandangan  wajah-wajah penuh tanda tanya karena aku berjalan sambil meringis karena menahan rasa sakit. Ah ....ternyata petugas  pendaftaran belum ada itu artinya pendaftaran belum dimulai. Kulihat ada kursi kosong di depan pendaftaran. Aku duduk. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena aku tambah tidak kuat merasakan sakitnya perutku. Kulihat jam di dinding ruang pendaftaran menunjukan angka 13.35 . Astagfirullah aku belum sholat Dhuhur. 

“ Yah, ayah sudah sholat ?” tanyaku pda suami yang berdiri disisku karena tidak kebagian kursi, 

 Sudah mah, tadi di sekolah, mama belum bukan ?”  Dia balik bertanya.

“ Belum yah, mama sholat dulu ya, ayah disini aja untuk daftarain mama, takutnya petugasnya nanti cepet datang” 

“Mama kuat ga sendiri ? “ tanyanya sambil memegang tanganku yang akan berdiri dari kursi

“ Insya Allah yah kuat “ 

Aku keluar ruang pendaftaran lagi. Alhamdulilllah kulihat kesebelah kanan dari ruang pendaftaran klinik tersebut kulihat ada mushola kecil. Kuhampiri dengan perlahan  mushola yang cukup hanya untuk dua orang.itu setelah sebelumnya aku berwudhu di kran yang disediakan disamping mushola. Kukeluarkan mukena dari tasku. Walaupun mushola itu juga menyediakan. Namun rasanya lebih afdol menggunakan milikku sendiri lebih bersih
.
Dengan menahan rasa sakit  yang kian menghebat kuselesaikan  rokaat demi rokaat dan kututup dengan salam. Aku ingin berdoa namun aku sudah tidak kuat lagi untuk duduk, kubaringkan tubuhku di atas sajadah.sementara mukena masih kupakai . Alhamdulillah rasanya lebih baik dari pada aku duduk tadi. Walaupun tidak mengurangi rasa sakit yang mendera di perut. Sampai akhirnya suami datang sambil membawa sepiring somai 

“ Makan somai ma, pasti dari tadi mama belum makan “ ujarnya menyodorkan piring penuh somai 

Aku berusaha duduk dan kubuka mukena serta kumasukannya kedalam tas 

“ Sudah makan disini saja, pasti masih lama dipanggilnya mama kebagian no 8 “ lanjutnya lagi dan menahan aku yang mau keluar. 

Aku makan somai yang dibeli suami. Kami berdua diruang mushola. Ada keharuan menyeruak, kulihat wajah suamiku yang terlihat letih dengan pakaian safari yang sedikit berkeringat. Cianjur memang lebih panas dibandingkan Cipanas. Somai tidak habis kumakan. Rasa nyeri membuat nafsu makanku berkurang. 

“Yuk mah kita kesana lagi takut sudah dipanggil “ Ajak suami sambil tangan kanannya mengambil piring somai dari tanganku, sedangkan tangan kirinya membantu aku berdiri.

Aku  memasuki ruang pendaftaran sementara  suami pergi membayar somai sambil  mengembalikan piringnya. Kulihat antrian mulai sedikit, berarti sudah banyak yang diperiksa. Saat aku dipanggil petugas pendaftaran  suami sudah kembali dari membayar somai. Aku diperiksa suster yang sekaligus petugas pendaftaran. . Alhamdulillah tekanan darahku 110. Sesudah ditensi dan ditimbang aku dipersilahkan masuk keruang praktek dokter Andi. Untuk diperiksa.

“ Kenapa  saya dokter “ Tanyaku selesai aku diperiksa dalam dan duduk di hadapan dokter. Dokter yang terlihat segar walaupun katanya dia sudah pensiun dan kini mengabdikan ilmunya di kinik yang dia punya. 

“ Ibu ada Miom di rahim, besarnya sudah 8 cm, ibu harus dioperasi, obat alternatif herbalpun sudah tidak bisa lagi “  ujar dokter andi membuatku lemas seketika. 

Operasi kata itu membuatku lemas.Terbayang ruang operasi dengan segala peralatannya. Dan MIOM bukankah aku dulu oleh dokter kandungan yang lain di deteksi kena kista ? kenapa skarang jadi MIOM

“ Dok, kalau kista dengan miom apa bedanya ? “ kutanyakan rasa penasaranku.

Dokter andi menjelaskan panjang lebar  perbedaan kista dengan miom,  dengan pulpen dia tunjuk gambar miom dan gambar kista yang berada disebelah  idinding kami duduk.

“ Kalau kista berupa cairan, sedangkan Miom adalah daging jadi, atau tumor jinak. Yang kalau terus membesar bisa menjadi tumor ganas”. Dua kata terakhir dokter Andi membuatku tambah lemas.  

“Nah ini kedudukan MIOM di rahim ibu” Lanjutnya sambil menunjukan gmbar USG rahimku.yang kemudian gambar itu diperlihatkan pula  pada suami yang duduk disebelahku.

“ Tapi ibu nanti tidak akan punya anak, kalau dioperasi” 

Tidak  pa pa dokter, ga punya anak juga, karena saya sudah menapouse. Batinku berkata

“ Mengapa perut dibagian bawah saya sakit seperti mau melahirkan dok?” aku jadi ingat ke rasa sakitku

“ itu karena Miom ibu sudah besar dan menonnjok nonjok rahim dan  usus, makanya ibu jadi sakit, tapi nanti ibu saya beri resep obat pengurang rasa sakit” ujar dokter sambil menuliskan resep di notenya

“ Operasinya harus secepatnya dokter? Dan maaf kalau boleh tahu biayanya berapa?” Tanya suamiku yang dari tadi diam dan mendengarkan dengan serius penjelasan dokter

“ oh ga harus secepatnya, boleh kapan saja, mau dua bulan, mau setahun lagi, karena miom lambat pertumbuhannnya., dan kalau ibu mau operasi disini boleh, mau di rumah sakit pake Askes silahkan  nanti saya beri rujukannnyanya” 

Dkter Andi menjeaskan panjang lebar segala sesuatu yang berkenaan dengan operasi dari biaya sampai bagaimana opearsi  pada rahimku. 
.
“ Tapi rahim  saya sekarang sakit bukan main dokter” Kataku mengingat operasi boleh kapan saja. 

“ Ya ini saya beri resep  mudah-mudahan berkurang sakitnya “ Ujarnya sambil memberi resep yang diterima suamiku.

“ Yah mama operasinya setelah mba Indah melahirkan dan De Riza Lulus SMP ya, mudah-mudahan saja rasa sakitnya sembuh setelah minum obat  “ saranku saat perjalanan pulang.

Anak sulung kami Indah saat ini sedang hamil jalan 8 bulan, sedangkan Reza dudk di SMP kelas 9 sedangmenunggu kelulusan. Aku ingin Indah dirawat olehku sama seperti dulu aku dirawat oleh mimi (panggilan aku terhadap ibu”) sedangkana kalau aku sekarang dioperasi berarti bisakah aku merawat dia? Lagi pula betapa kagetnya dia kalau nanti aku diopersi sedangkan saat ini dia hamil.Oleh karena itulah yang terpikir olehku dan diiyakan suami operasinya nanti setelah semuanya selesai, setelah Indah melahirkan, setelah Riza masuk SMA

Manusia berencana, Allah juga yang maha menentukan. Malamnya aku mengira dengan aku minum obat rasa sakitku akan berangsur berkurang dan hilang sama sekali. Nyatanya tidak. Sekitar jam 9 malam perutku kembali sakit. Malah kini sakitnya luar biasa. Aku tak bisa menahan tangisku. Suamiku juga serba salah, dia tak tahu apa yang harus dilakukannnya. Semua usaha sudah dia coba Mengurut punggungku, perutku,.rasa sakit tak juga berkurang. Hanya rasa lebih nyaman kurasakan saat aku merasakan sakit orang yang kucintai berada disisiku.  Kujatuhkan kepalaku di pangkuannnya sambil menangis. Aku seperti enak kecil yang menangis dipangkuan ibunya.Kudengar doa lirih dilantukan suamiku.
Seperti anak kecil yang berhenti menangis karena dibujuk dengan mainan, tibs –tiba saja kuhentikan tangisku. Aku seprti mendapat sesuatu yang paling berharga yang lebih dari sekedar sakit yang kurasakan. Rasa sakit itu tidak ada artinya dibandingkan Rahman dan Rahimnya  Allah.DIA  perlihatkan maha Rahman dan Rahim-NYA melalui kesabaran, perhatian, dan kasih sayang suamiku. Aku tidak boleh cengeng, aku harus kuat. Aku harus membalas kebaikan suamiku dengan caraku sebagai wujud rasa syukur padaNYA. 

“Yah ayah tidur saja, mama mau bangun dan  nonton TV siapa tahu jadi ga kerasa sakitnya” Ujarku sambil beranjak dari kasur. Padahal tujuanku  pindahnya  tempat agar dia tidak terganggu oleh suara suara aku merintih kesakitan. 
.
“ Mama kuat ga” Tanyanya  penuh khawatir.

“ Kuat yah, sok aja ayah tidur.

Aku pergi keruang TV, yang berdampingan dengan kamar Riza. Kami memang bertiga di rumah. Aku, suami dan si bungsi Riza. Sedangkan kedua anakku yang lain Indah di Jkarta dengan suaminya. Dan Indra kost di Depok. Kubuka pintu kamar Riza. Dia terlihat sudah pulas sementaraTV di kamarnya masih menayangkan opera Van Java. Ah kebiasaan yang tidak baik. TV menyala tapi tidak ditonton. Padahal aku sudah memperingatkan untuk matikan TV kalau mau tidur.

Aku kembali keruang tengah dengan tertatih menahan sakit. Mataku menangkap foto pengantin Indah yang dipanjang di dinding dekat  kamar Riza.. Cantiknya anakkku dengan gaun pengantin nuansa Gold., batinku bangga. Kuambil remote TV keluarga sambil kujatuhkan tubuhku di sofa, Sofa tempat biasa suamiku minum kopi baik pagi maupun sore sambil menonton TV.

Tadinya mungkin dengan menonton TV  bisa mengalihkan pikiranku dari rasa sakit yang menderaku. Ternyata tidak. Rasa sakitku terus saja menderaku. Rahim rasanya turun. Tiba –tiba aku ada akal. Sepertinya enak kalau rahimku kutahan dengan mengikat kain dibagian bawah perutku. Kuambil taplak meja batik yang ada di keranjang pakaian yang akan di setrika.kubelitkan kebagian bawah perut sehingga taplak itu menahan rahimku dan agak keatas posisinya. Alhamdulilllah ada terasa perubahannnya. Aku bernapas lega usahaku tidak sia-sia. Kini rasa sakit  mulai berangsur berkurang. 

Merasa rasa sakitku bekurang aku kembali ke kamar. Kulihat suamiku telah tidur pulas. Hati- hati kunaiki tempat tidur takut membangunkanya.

“ Gimana Mah, dah agak baikan ?”  Oh ternyata dia tahu kedatanganku.

“ Alhamdulillah yah berkurang, perutnya mama ikat pake taplak meja “ Jawabku sambil kurebahkan tubuhku dengan hati hati di sampingnya sampai subuh menjelang. 

Aku terbangun oleh suara azan dari mesjid komplek dimana aku tinggal. Ku lirik suamiku. Ah ternyata sama. Dia juga terbangun. Alhamdulillah aku dapat tidur walaupun hanya sekitar 4 jam. 

“ Yah mama mau operasi aja, mama sudah yakin”. Kataku masih dengan posisi masih berbaring ditempat tidur. Padahal kami kemarin sudah sepakat untuk operasi empat bulan lagi mengingat banyak hal.

“ Terserah mamah saja, yang mau operasi mama. Jadi kalau mama sudah yakin dan berani ayah dukung. Sekarang kita sholat subuh dulu mohon pada Allah agar kita diberi kekuatan, kesabaran dan kemudahan” 

“ Tapi Mba Indah dan aa ( panggilan kami untuk Indra)  dikasih tahunya nanti kalau sudah selesai operasinya ya yah, kasihan mba sedang hamil, aa lagi UTS, kasih tahu dede ( panggilan kami untuk Riza)  agar tak memberi tahu mba sama aa yah “ Saranku yang diiyakan suamiku. 

Kami beranjak dari tempat tidur untuk kemudian sholat subuh bersama.
Aku begitu tenang dan yakin memasuki mobil.Hari ini tekadku sudah bulat aku akan operasi. entah kenapa tidak lagi terbersit rasa takut dan kecemasan, yang terpikir olehku,  aku harus sembuh dari rasa sakit yang bukan main rasanya.

“ Mama sudah yakin dan siap ?” sekali lagi suamiku bertanya sambil menghidupkan mesin mob
tekadku sudah bulat aku akan operasi
´Insya Allah yah sudah siap, Lahaula walakuwata saja “ jJawabku sambil kubenahi sabuk pengaman. Kulirik jam yang melingkar di tangan suamiku. 7.15` itu berati diperkirakan jam 8 kurang sudah sampai ke Klinik bersalin dr Andi. Dokter yang kemarin memeriksaku. Yah kami bersepekat untuk operasi di klinik tersebut.
“ Biar mama dapat penanganan  yang lebih baik “ Jawab suamiku ketika aku tanyakan perihal mengapa memilih operasi di klinik tidak di RSUD. Ditambah memang aku selalu menyebutkan teman temanku yang merekomendasikan ke klinik tersebut. Akhirnya mobil membawaku kembali keklinik dr Andi dengan tujuan aku mau dioperasi.

Tidak seperti kemarin yang harus mengantri lama.di kinik. Klni begitu aku daftar dan kusodorkan kartu kunjungan serta kukatakan aku mau operasi  aku  langsung dibawa masuk. 

“ Dokter,  istri  saya mau operasi sekarang saja  sudah  tidak kuat sakitnya”. Kata   suamiku begitu kami duduk dihadapan dokter. 

“ Ibu sudah puasa dari rumah “. Tanya dokter Andi  

“ Belum dokter, tadi saya sarapan”. Kini aku yang menjawab. 

“ Mulai sekarang ibu puasa ya, nanti ibu cek darah dan segalanya untk keperluan operasi. sekarang ibu ke bagian administrasi untuk pesan kamar dan segalanya”. Jelas dokter sambil memanggil suster yang ada diruang tersebut untuk mengantar kami kebagian administrasi.

“ Nanti setelah kami tunjukan kamar untuk ibu, ibu cek darah dan segalanya ke lab yang ada di seberang jalan tidak jauh dari sini. Dan nanti hasilnya kami yang ambil ya bu”. Kata suster yang ada di bagian administrasi sambil memberikan surat rujukan untuk cek darah dan sebagai pada suamiku. 

“ Nanti setelah diperiksa ibu kembali kesini untuk menanti sampai operasi dilaksanakan, sekarang mari kita lihat kamar yang akan ibu tempati”. 

Ujarnya sambil menungantar  kami menuju kamar yang dimaksud. Kulihat ada dua wanita hamil tua yang satu  sedang duduk bercakap-cakap dengan wanita namun tidak kulihat sedang hamil mungkin pengantarnya, dan  yang satu lagi  berjalan mondar mandir dengan raut muka menahan rasa sakit. Pasti mereka menunggu saat saat akan melahirkan. 
 
“ Operasinya jam berapa suster?”.  Tanya saya saat kami melihat kamar yang akan aku pakai.

 Kulihat ada sebuah tempat tidur  beralaskan  seprei putih dengan selimut biru di ujungnya, disampingnya ada boks bayi. Klinik ini memang klinik bersalin nyaman, sejuk  tidak ramai seperti halnya rumah sakit.

“ sekitar jam satu  bu “.

 Begitu suster menyebutkan waktu, replek aku lihat jam yang ada dipasang dinding kamar pasien. Jam 08.20 itu artinya sekitar lima jam lagi untuk aku operasi

Selesai cek darah dan lainnnya di Laboratorium yang letaknya tidak jauh dari klinik   aku dan suami kembali  namun kali ini langsung kekamar yang kami pesan. 

“ Ma ga papa kan kalau ayah tinggal? ,  ayah mau pulang dulu mengambil baju dan perlengkapan mama , kan kita belum bawa apa apa, sambil ayah ke ATM untuk mengambil uang untuk DP biaya operasi ”. Kata suamiku.penuh khawatir 

 Ga pa pa yah, mumpung masih banyak waktu, awas jangan lupa anak anak jangan diberi tahu yah takut mereka jadi kepikiran, Dede juga kasih tahu jangan sms ke aa sama ke mba, mama takut dia kasih tahu lagi  ” 

“ Ya mah, sudah ya ayah pulang dulu, mama istirahat aja, ayah ga lama ko, paling dua jam sudah sampe lagi”. Katanya sambil mengelus kepalaku dan beranjak keluar 
saat saat menanti operasi

Aku mengangguk pelan, mataku  mengikuti kepergiannnya., sementara batinku bergemuruh dengan percakapan yang tak mampu kuucapkan.Percakapan tentang kami. Ada rasa syukur kurasakan. Dia, suamiku selalu ada dan sabar merawatku disaat aku sakit. Dan ini bukan untuk pertama kali. Dulu saat aku tak bisa menggerakkan anggota badanpun karena saraf motorikku kelelahan  dia dengan sabarnya merawatku, memandikan, menyisir rambutku, sampai mengancingkan bajuk dan mengendongku bila berobat kerumah sakit.. Dia pula yang mampu memulihkan rasa percaya diriku yang hampir hilang karena aku terkena vitiligo dengan sikapnya yang mau menerimaku apa adanya.disamping anak anakku tentunya. Dan kini terulang kembali. Nikmat –nikmat inilah yang menjadikan aku malu untuk berkeluh kesah pada-NYA, untuk merasa diri paling menderita karena penyakitku. .Aku takut menjadi hamba-NYA yang kurang bersyukur sekali lagi 

“Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan “

Aku terus saja bercengkerama dengan batinku, dengan perasaan-perasaanku sementara dari kamar lainnya  sesekali kudengar suara bayi yang baru saja dilahirkan. Kuhapus air mata yang hampir jatuh.Air mata tentang suatu rasa yang sulit kungkapkan. Sampai akhirnya aku dikagetkan bunyi sms dari hpku

“ Ibu dimana ?, ada tugas ga bu”. Tulis Ranti kelas 9 A di smsnya. Hari Rabu ini memang jadwalku di kelas 9 A. Saking tergesanya aku lupa memberikan tugas pada mereka. Rasa bersalah menjalariku. 

“ Kerjakan saja UJK bab XI “. Balasku. Tampa memberi tahu dimana aku berada.

Membaca SMS Ranti aku jadi tersadar kembali, hari ini aku mau operasi. itu artinya aku akan dibius total. 

“ Kamu  harus tenang, harus santai,tidak boleh berpikir macam-macam agar tekanan darahmu normal. Suami, anak, dan semuanya tidak boleh menjadi beban pikiranmu  Bukankah itu semua milik Allah?. Ya kinilah saatnya kamu  merealisasikan apa yang selama  ini kamu  sering ucapkan dalam sholat. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk  Allah. Ya kamu  harus siap apaun jadinya nanti karena kamu  adalah Milik-NYA berdoalah agar Allah memberikan yang terbaik bagimu .”.Suara batinku terasa nyaring ditelinga membuat rasa damai dan tenang menjalariku. 

Kuambil hp kembali,  aku harus mengirim sms pada teman-temanku untuk  aku mohon doanya dan sekaligus minta maaf atas kesalahan-kesalahanku selama ini. Sambil berbaring tanganku terus saja mengirimkan sms yang bunyinya  sama.

Jam 12.10 menit suamiku tiba kembali dengan membawa tas besar berisi baju dan perlengkapan lainnnya. Dia keluar sebentar untuk makan siang dan kembali dengan segels susu yang dibeli di tukang dagang depan klinik. Ada rasa yang sulit kucap, biasanya akulah yang membuatkan kopinya , kopi duo susu.
.
Saat kami bercengkerama, suster yang tadi membawa aku masuk keruang dokter tiba.

“ Mari bu kita berangkat ke rumah sakit, kita mulai operasinya”. Ujarnya ramah 

“ Sebentar suster saya mau sholat dhuhur dulu”. yang dibalas anggukan oleh suster sementara suami mempersiapkan segala sesuatunya yang diminta oleh suster berupa kain-kain panjang untuk operasi.

Aku dan suami dibawa suster ke bagian operasi  di rumah sakit Cinjur. Ada berkas berkas yang harus kami baca dan kami tanda tangani. Setelah itu Suster mengajakku masuk kesebuah ruangan dimana suamiku tidak diperkenankan masuk. Pasti aku akan mulai dioperasi pikirku. Sebelum aku masuk, aku hampiri suami yang masih duduk dikursi yang ada diruang itu, aku bersimpuh untuk  mohon maaf  dan doa padanya sambil kucium tangannnya. Sesaat keharuan menjalariku. Namun aku tidak boleh menangis. Aku haraus kuat. Dan aku harus tenang
.
Aku pikir operasi akan segera dfimulai ketika suster mengajakku kesebuah ruangan . Ternyata tidak , setelah aku disuruh mengganti pakaian khusus aku menjalani tahap lainnnya yaitu aku diperiksa oleh seorang lelaki ramah  dengan pakaian khusus warna hijau  yang warnanya  senada dengan penutup kepalanya  mugkin baju  khusus operasi. 
 
“ Jantung ibu bagus “ Kata lelaki yang memeriksaku sambil membereskan alat.

“ Terima kasih dok “ Jawabku. Entah salah atau tidak aku memanggil dia dokter yang jelas ada senyuman terurai dari bibirnya. 

“ Mari bu ikut saya” ajak suster klinik yang  dari klinik sampai rumah sakit dia yang begitu sibuk mempersiapkan segala administrasinya dan menuntunku harus kemana dan kemana.

Saat aku keluar dari ruang pemeriksaan jantung mengikuti suster itu, dokter Andi menghampiriku lengkap dengan baju yang sama yang dikenakan oleh lelaki yang memeriksaku tadi. Dokter Andi tersenyum padaku, rasa nyaman menjalariku kubalas senyumnya

“ Ibu sudah siap “ katanya penuh bersahabat

“ siap dokter “ kataku sambil kemudian aku masuk mengikuti suster yang tadi mengajakku.

Ruangan yang kumasuki kini lebih besar. Tak ada kulihat perlengkapan operasi yang selama ini ada dalam bayanganku. Hanya ada tabung oksigen, tempat tidur untuk operasi dengan lampu lampu besar diatasnya dan ada bebarapa alat yang tidak kutahu namannya.

kerebahkan tubuhku diatas tempat tidur operasi. Dua laki laki dan satu orang perempuan dengan pengikat kepala yang sama datang menghampitiku.Lelaki yang satu ternyata  yang tadi memeriksaku. Dan yang satunya lagi kemudian sambil mengajakku bercakap dia mnyuntuk lenganku. Aku pikir pasti semua mereka dokter entahlah. Mereka semua ramah dan menyenangkan. Mungkin untuk membuat aku terasa tenang  Aku menjawab apa yang mereka tanyakan dengan santai. Aku sudah bertekad untuk bersikap tenang dan biasa saja. Karena aku takut bila aku tidak santai dan tidak tenang akan mempengaruhi  tekanan darah dan jantungku yang nantinya berakibat buruk pada jalannnya operasi.Semua pikiran tentang anak, suami dan lainnnya kuserahkan pada Allah. Saat itu aku sudah benar benar pasrah.
 Kepasrahan diri kepada Sang khalik .Dengan satu keyakinan Hidup matiku hanya Milik Allah..Sementara lampu diatas tubuhku bersinar begitu terangnnnya. dan setelah itu aku tak ingat apa-apa sampai saat aku terbangun kembali dan tersadar bahwa aku masih diberikan kehidupan Oleh-NYA. Oleh Sang Pemilik Kehidupan. Maha Suci Allah, Segala Puji Bagi Alllah, Tiada Tuhan Selain Alllah, Alllah Maha Besar.

“Mah makan dulu, teh Yayan udah masak “ Ajakan Indah anakku mengagetkan lamunanku.ditangannga sebuah piring lengkap dengan nasi dan lauk pauknya olahan pembantu kami teh Yayan. . 

 Dengan perutnya yang besar karena kehamilannnya dia menolongku untuk bangun, terasa bekas  jahitan  diperutku rasanya  seperti ditarik-tarik saat aku berusaha bangun. Indah mnyuapiku sendok demi sendok. Sementara dipintu kamar anakku Indra memperhatikan. mereka tahu aku dioperasi setelah peristiwa operasi selesai. Suamiku bercerita bagaimana dia dia dengan serba salahnya memberitahu mereka kalau mamanya dioperasi. 

Sambil kukunyah makanan yang disuapi Indah ada rasa syukur terlantur dalam dada 

“Ya Allah terima kasih Engkau telah perlihatkan padaku Rahman Dan Rahimnya Engkau melalui kasihnya suamiku, kasihnya anak-anakku, baiknya pembantuku, rasanya sakit ini tak seberapa dibandingkan kenikmatan itu semua, Terima Kasih ya Allah, bimbinglah aku agar  aku selalu bersyukur dan bersyukur dengan selalu mendekatkan diri pada-MU . Lindingilah aku dari mengkufurkan ni`mat-MU



.








                                                                                                                             


Tidak ada komentar:

Posting Komentar